Selasa, 14 Juni 2011


Hewan dilindungi kekerasan pada sesama berkurang. Foto: Sgp

Pengacara Todung Mulya Lubis akan menggugat sejumlah pihak yang membiarkan penganiayaan hewan. “Dalam waktu dekat gugatan itu akan saya sampaikan,” terangnya usai menghadiri pertemuan komunitas penyayang hewan di Jakarta, Selasa (14/6).

Namun dia enggan menjelaskan siapa saja pihak yang akan dia gugat. Pun dia rahasiakan apakah gugatan itu akan diajukan atas nama pribadi atau secara berkelompok.

Dia hanya memaparkan, hal itu dilakukan sebagai bagian kecil dari perjuangan kelompok penyayang hewan agar pemerintah segera membuat undang-undang perlindungan hewan. Sekaligus perjuangan memastikan undang-undang tersebut dilaksanakan oleh penegak hukum.

Gugatan ini sekadar untuk menyadarkan negara untuk bertanggungjawab bagi penyelamatan hewan. Memang, ujar Todung, tidak semua orang memiliki hewan peliharaan. Namun, bukan berarti tidak ada tanggung jawab mereka. “Negara harus memastikan hal ini terjadi,” tukasnya.

Menurutnya, sejumlah undang-undang memang sudah mengatur hal itu. Namun dia nilai selain masih belum jelas apa yang diatur, institusi yang melaksanakan juga tidak berupaya dengan optimal. Sehingga masih banyak ditemukan hewan diperlakukan secara tidak beradab.

Semisal, sebutnya, tentang Pasal 66 UU No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. “Pada kenyataannya, temuan LSM Australia tentang Rumah Pemotongan Hewan (RPH) menunjukkan pemerintah tak melakukan amanat pasal ini,” tuturnya.

Pasal 66 UU 18/2009
(1)  Untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang berkaitan dengan penangkapan dan penanganan; penempatan dan perawatan; pengangkutan; pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap hewan.

Menurutnya, apabila dibiarkan, maka dikhawatirkan akan member sumbangan pada penurunan moral masyarakat, karena terbiasa menyiksa hewan. Jika ini terus menjalar, bukan tak mungkin akan menimbulkan sikap negatif masyarakat terhadap sesamanya.

Kekhawatiran itu menurut psikolog dan terapis Treesye NRA Prawirosurojo mungkin terjadi. Apalagi, lanjutnya, penanaman budi pekerti lewat pendidikan bagi generasi bangsa sudah tak lagi diajarkan di sekolah-sekolah. “Kekhawatiran akan itu sudah menggejala saat ini dan terus akan terjadi,” sebutnya dalam kesempatan sama.

Menurutnya, mengacu pada diagram kejiwaan, setiap manusia itu memiliki tiga hal dasar. Yaitu, berpikir, merasakan, dan bertindak. Seharusnya, alur hidup manusia adalah berpikir, lalu mengolahnya dalam perasaan kemudian ada tindakan dan kembali dipikirkan hasil perbuatannya.

Namun, dalam sistem pendidikan saat ini, yang diajarkan pada anak didik adalah bagaimana berpikir untuk melakukan tindakan cepat. Akibatnya, sisi sfeksi atawa nilai-nilai budi pekerti jauh terbentuk dari anak didik. “Karena itu tak diajarkan, maka dengan memelihara hewan atau dekat dengan hewan sejak dini, akan terasah budi pekerti itu,” terang Treesye yang akrab disapa Nunung ini.

Karena minim mendapatkan pendidikan yang mengasah rasa, dampaknya, generasi muda Indonesia cenderung mudah menyerah, dan mudah trauma. “Hewan bisa membantu menutupi itu, bukan malah disiksa,” imbuhnya.

Keyakinan itu dilandasi sejumlah sikap hewan. Yaitu, memiliki kesetiaan tanpa syarat. Bahkan dalam hal terapi, hewan bermanfaat untuk menyeimbangkan hidup manusia yang selalu diburu kesibukan. “Apalagi hewan punya kepekaan tinggi. Dia akan diam jika tuannya sakit,” sebut Treesye.

Manfaat lain dari memelihara hewan, imbuhnya, akan menumbuhkan empati seseorang. Kemudian melatih manusia untuk memiliki nilai kasih serta saling menghormati. “Bayangkan manfaatnya bagi anak-anak ataupun orang yang memiliki masalah kejiwaan seperti orang yang mendekam di penjara ataupun pecandu narkoba,” tuturnya.